Text
SKRIPSI JAMINAN KESEJAHTERAAN ANAK ATAS GUGATAN HAK ASUH ANAK (STUDI PUTUSAN PENGADILAN AGAMA JEMBER NOMOR 2722/PDT.G/2022/PA.JR.)
ABSTRAK
Hak asuh anak (hadhanah) merupakan salah satu aspek penting dalam hukum keluarga, khususnya dalam perkara setelah perceraian. Salah satu putusan yang menarik perhatian penulis adalah Putusan Pengadilan Agama Jember Nomor 2722/Pdt.G/2022/PA.Jr, yang memutuskan bahwa hak asuh anak jatuh kepada ayah setelah perceraian. Keputusan ini menimbulkan berbagai tanggapan dan menimbulkan pro dan kontra dalam praktik peradilan agama di Indonesia. Penelitian ini berfokus pada dua rumusan masalah utama, 1) Apa dasar hukum pertimbangan hakim atas gugatan hak asuh anak jatuh kepada ayah berdasarkan putusan Nomor 2722/Pdt. G/ 2022/ Pa.Jr.? 2) Bagaimana analisis hukum terhadap jaminan kesejahteraan anak dalam putusan Nomor 2722/Pdt. G/ 2022/ Pa.Jr.?.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara mendalam dasar pertimbangan hukum yang digunakan oleh hakim dalam menetapkan hak asuh anak serta menilai sejauh mana putusan tersebut menjamin kesejahteraan anak. Pendekatan yang digunakan adalah yuridis normatif yang dipadukan dengan metode studi kasus. Data dikumpulkan melalui analisis terhadap salinan putusan pengadilan, dengan merujuk pada ketentuan perundangundangan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, serta Kompilasi Hukum Islam (KHI) sebagai dasar hukum tambahan dalam penyelesaian sengketa keluarga di lingkungan peradilan agama.
Hasil analisis menunjukkan bahwa hakim tidak mempertimbangkan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, termasuk aspek psikologis dan mental. Putusan tidak sejalan dengan Pasal 105 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam yang menegaskan bahwa anak di bawah usia mumayyiz seharusnya berada dalam pengasuhan ibu, kecuali terdapat alasan kuat seperti pengabaian, penelantaran, atau tindakan yang membahayakan anak. Dengan demikian, penelitian ini menemukan bahwa jaminan kesejahteraan anak belum sepenuhnya terpenuhi. Putusan ini hanya mencerminkan penerapan hukum progresif yang mana diterapkannya hak asuh anak pada ayahnya dengan pertimbangan bahwa ayah memiliki kedudukan yang sama dalam pengasuhan anak.
Simpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa pertimbangan hakim dalam perkara ini belum sepenuhnya memperhatikan prinsip kepentingan terbaik bagi anak, sebagaimana diatur dalam Pasal 105 ayat (1) Kompilasi Hukum Islam, yang menyatakan bahwa anak yang belum mencapai usia mumayyiz seharusnya berada dalam pengasuhan ibu, kecuali terdapat alasan kuat yang menyebabkan ibu kehilangan hak asuh. Fakta bahwa ibu telah menikah lagi seharusnya tidak secara otomatis menjadi alasan pencabutan hak asuh, kecuali terbukti bahwa ibu telah mengabaikan atau menelantarkan anak, sehingga hak asuh dapat dialihkan kepada ayah.
Kata Kunci: Hak Asuh Anak, Kesejahteraan Anak, Prinsip Kepentingan Terbaik Bagi Anak.
Tidak tersedia versi lain