Text
SKRIPSI PENERAPAN KEBIJAKAN AFIRMATIF DALAM MENDORONG KETERWAKILAN 30% PEREMPUAN DI LEMBAGA LEGISLATIF (STUDI KASUS DPRD KABUPATEN KARANGANYAR)
ABSTRAK
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tidak terpenuhinya kuota keterwakilan 30% perempuan di DPRD Kabupaten Karanganyar, yang hanya terisi 8 dari 45 kursi. Permasalahan utamanya adalah kebijakan afirmatif dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 hanya efektif pada tahap pencalonan, namun tidak menjamin keterpilihan. Penelitian ini merumuskan masalah bagaimana penerapan kebijakan afirmatif serta apa hambatan dan strategi implementasinya di DPRD Kabupaten Karanganyar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis efektivitas kebijakan tersebut serta mengidentifikasi faktor penghambat dan strategi yang ada , dengan manfaat praktis memberikan rekomendasi kepada pemangku kepentingan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris dengan pendekatan sosiologi hukum. Lokasi penelitian adalah Kabupaten Karanganyar dan DPRD Kabupaten Karanganyar. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan anggota DPRD dan calon legislatif, didukung data sekunder. Analisis data menggunakan metode deskriptif dengan teknik validitas data berupa triangulasi sumber dan teori.
Hasil penelitian menunjukkan adanya paradoks implementasi. Secara prosedural, partai politik patuh memenuhi kuota 30% perempuan pada tahap pencalonan sebagai syarat administratif KPU. Namun, kebijakan ini gagal secara substansial karena terbentur sistem pemilu proporsional terbuka (suara terbanyak) yang individualistis. Hambatan utama yang ditemukan meliputi budaya patriarki , minimnya dukungan material partai yang membuat calon "berperang sendiri" , serta adanya kekosongan hukum afirmasi dalam mekanisme internal pembentukan Alat Kelengkapan Dewan (AKD). Strategi yang digunakan legislator perempuan adalah "politik kehadiran" dan pemanfaatan "Pokir" untuk program pemberdayaan konkret guna membangun basis massa.
Kesimpulannya, kebijakan afirmatif berhasil secara prosedural namun gagal secara substansial. Terjadi konflik nilai di mana kepastian hukum (sistem suara terbanyak) mengalahkan nilai keadilan dan kemanfaatan dari tujuan afirmasi. Disarankan (1) mereformasi UU Pemilu di tingkat nasional, misalnya dengan opsi adopsi sistem proporsional tertutup , dan (2) DPRD Kabupaten Karanganyar merevisi Tata Tertib Dewan untuk menginternalisasi semangat afirmasi dalam pembentukan AKD.
Kata Kunci: Kebijakan Afirmatif, Keterwakilan Perempuan, DPRD Karanganyar, Hambatan Politik, Kekosongan Hukum
Tidak tersedia versi lain